Refleksi dari Surah ‘Abasa

Refleksi ini lagi-lagi adalah review dari kuliah Ramadhan yang disampaikan oleh Ustad Nouman Ali Khan.

kali ini saya mau menuliskan tentang sebagian ayat dari surah ‘Abasa.

Ayat surah ‘abasa ini dimulai dengan kisah Rasulullah Saw yang sedang berbicara dengan pemuka kaum Quraisy. Pembicaraan tersebut Rasulullah Saw tujukan untuk menjelaskan mengenai Islam kepada pemuka tersebut. Saat sedang berbicara, Seorang sahabat buta yakni Abdullah bin Ummi Maktum, menghampiri Rasulullah Saw dan berkata kira-kira seperti ini “Ya Rasulullah sampaikanlah kepadaku sebagian dari pelajaran yang engkau terima”. Sahabat Abdullah tersebut berujar seakan tidak menyadari kehadiran orang lain di sisi Rasulullah.

Karena permintaan tersebut, kening Rasulullah sedikit berkerut, bukan karena tidak suka pada Abdullah bin Ummi Maktum, tapi karena beliau khawatir memikirkan kesempatan yang hilang untuk mendakwahi pemuka Quraisy jika ia melayani Abdullah. Lalu Rasulullah berkata pada pemuka tersebut “apakah telah jelas apa yang saya sampaikan?”, dengan harapan pula bahwa Abdullah mungkin dapat menyadari bahwa Rasulullah sedang berbicara dengan orang lain.

Setelah itu, Allah Swt menurunkan surah Abasa. Surah ini dapat kita maknai sebagai penghargaan kepada kaum disabilitas. Bagaimana Allah Swt menilai seseorang berdasar ketakwaannya, bukan status sosialnya. Sehingga Allah Swt menginginkan Rasulullah untuk mengutamakan Abdullah bin Ummi Maktum dibandingkan pemuka kafir Quraisy meskipun tujuan Rasulullah mendakwahi pemimpin Quriasy itu adalah agar dakwah Islam menjadi semakin mudah.

Sebagaimana ketika ingin mendakwahi suatu kaum, maka mulailah dari orang terpandang dari kaum tersebut agar orang awamnya akan lebih mudah menerima ajakan.

Padahal, Abdullah bin Ummi Maktum ini termasuk kerabat Ummul Mukminin khadijah radhiyallahu ‘anha dan karena itu ia lebih mudah ditemui dibandingkan dengan pemuka Quraisy yang jarang-jarang Rasulullah mendapat kesempatan untuk menyampaikan ajakannya.

Allah subhanahu wa ta’ala dalam surah ‘Abasa membuat sosok Abdullah Ummi maktum diketahui, sementara sosok pemimpin Quraisy dalam peristiwa tersebut dibiarkan menjadi ‘anonim’. Hal ini menyiratkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala meninggikan derajat Abdullah bin Ummi Maktum karena semangatnya untuk belajar agama, dibandingkan pemimpin Quraisy yang pada dasarnya tidak memperlihatkan minat pada ajakan Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam dan seakan-akan tidak butuh pada kebenaran.

Dalam hal ini sekali lagi Allah subhanahu wa ta’ala  mengingatkan Rasulullah bahwa hidayah adalah milik Allah, tugas Rasulullah (sebagaimana halnya Da’i pada umumnya) hanya menyampaikan pelajaran dan memberi peringatan.

“Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir…” (QS. Al-Kahfi: 29)

Sehingga Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam tak perlu bersusah hati dan khawatir akan hilangnya kesempatan mendakwahi Pemuka Kaum Quraisy yang notabenenya juga tak ada niat menerima kebenaran.

Penafsiran ini juga meluruskan persepsi bahwa Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam bermuka masam kepada Abdullah bin Ummi Maktum, padahal Rasulullah hanya sedikit berkerut dahinya karena mencoba untuk bersikap dengan tepat dan seimbang kepada Abdullah Ummi Maktum dan pemuka Quraisy yang sedang diajaknya berbicara.
Wallahu a’lam.

Satu respons untuk “Refleksi dari Surah ‘Abasa

Tinggalkan komentar